Jakarta - Sejak di bangku sekolah, para
siswa diajarkan bahwa penjajahan yang berlangsung di Indonesia adalah selama
350 tahun oleh Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang. Namun, beberapa sejarawan ini
sepakat, Belanda menjajah Indonesia bukan selama 350 tahun. Benarkah?
Menjawab
pertanyaan detikcom tentang benarkah penjajahan Belanda bukan selama 350 tahun,
3 sejarawan, Dr Lilie Suratminto, MA (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia), Dr Sri Margana (Jurusan Sejarah Universitas Gajah Mada) dan Bonnie
Triyana (alumni jurusan sejarah Universitas Diponegoro dan Pemred Majalah
Historia), sepakat mengatakan bahwa benar, memang penjajahan Belanda bukan
selama 350 tahun.
"Betul, benar, karena apa namanya arti penjajahan sebenarnya ketika negara
kolonial Belanda itu didirikan. Nah negara kolonial Belanda itu didirikan
Hindia Belanda setelah VOC dihapuskan tahun 1800. 1800 itu VOC dinyatakan
bangkrut, aset VOC diambil alih pemerintah Belanda, dan utang-utang VOC
ditanggung pemerintah Belanda," jelas Dr Sri Margana usai 'Seminar Bedah
Sejarah VOC 1602 Batavia' di Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta
Selatan, Rabu (11/2/2015).
Nah, untuk mengelola aset-aset peninggalan VOC di Hindia Belanda, imbuh
Margana, maka didirikanlah Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, tahun 1800,
pasca VOC dinyatakan bangkrut. Masa VOC dari 1602-1800, bukanlah masa
penjajahan melainkan kapitalisme, karena yang berkuasa adalah modal VOC yang
mengemban misi dagang.
"Jadi yang disebut negara kolonial Belanda adalah bekas wilayah VOC.
Sedangkan yang disebut Indonesia setelah merdeka adalah bekas semua
kekuasaan kolonial Hindia Belanda," tutur doktor sejarah dari Universitas
Leiden, Belanda ini. Sementara Bonnie
Triyana memperkuat pernyataan Margana, bahwa VOC yang ada sejak tahun 1602
bukanlah sebuah negara hingga bubarnya sekitar tahun 1800. Pula, tak semua
wilayah Indonesia diduduki Belanda.
"1800 Awal baru belanda, hitung aja dari situ. Dan tidak semua wilayah
Indonesia itu dijajah Belanda dalam artian diduduki dalam arti fisik. Jadi
Aceh baru dijajah 1901, ke 1945, berarti 44 tahun doang," tutur Bonnie
yang ditanya usai seminar.
Sedangkan Lilie menambahkan, yang disebut dengan masa kolonial itu berarti
sudah ada pemerintahan lengkap, dengan aparat hukum dan undang-undangnya,
berikut angkatan bersenjatanya.
"Itu masa kolonial, masa penjajahan 1800 sampai 1945 ya... Tapi kolonial
Belanda sih sampai tahun 1942 sebenarnya. Jadi penjajahan itu cuma ada 142
tahun oleh Belanda. Di sela-sela Belanda ada masa Prancis, masa Inggris.
Belanda sendiri cuma 126 tahun sampai tahun 1942. Sejak tahun 1800-1811 itu
masa Prancis, dan 1811-1816 itu masa Inggris. Yang Belanda kolonial murni itu
tahun 1816-1942. Tapi keseluruhan masa kolonial dari 1800-1942, 142
tahun," tutur Lilie.
Lantas, mengapa sampai ada penjajahan selama 350 tahun, menurut Lilie, angka
350 itu dipakai para politikus zaman itu untuk membakar semangat rakyat.
"Para politisi itu mengatakan kita dijajah 350 tahun, kita harus hancurkan
penjajah. Begitu kan, supaya orang marah semua," jawab dia.
Menurut
Lilie, angka 300 tahun itu pertama kali dikatakan Gubernur Jenderal de Jonge.
Apa yang diucapkan de Jonge ini lantas dipakai oleh Bung Karno untuk
membangkitkan semangat nasionalisme.
"Jaman itu yang pertama kali mengatakan itu Gubernur Jenderal de Jonge,
itu masa kebangkitan nasional mengatakan 'Kita orang Belanda tidak ada 300
tahun di sini, dan kita akan berkuasa lagi sampai berapa ratus tahun lagi'. Nah
oleh Bung Karno, dipakailah itu, 'Kita dijajah 350 tahun', untuk membangkitkan
semangat nasionalisme," tutur Lilie.
Perlukah Diluruskan?
Selama ini di bangku sekolah selalu diajarkan bahwa penjajahan Belanda selama
350 tahun, namun perlukah diluruskan bila penjajahan itu tidak selama itu?
"Saya kira nggak ada yang perlu diluruskanlah. Itu terbuka aja, karena
sejarah itu yang penting dialog antara masa kini dengan masa lalu. Jadi,
menurut saya bukan diluruskan ya, ditulis ulang. Ini pentingnya mengajarkan
sejarah multiversi. Ini sejarah. Bahwa kemudian datanya paling kuat, ya
beginilah. orang Belanda tidak percaya Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Kalau
kita, oh bisa bertarung sampai mati itu bahwa itu kemerdekaan," sarannya.
Yang bisa dilakukan, adalah adu fakta. Sejarah, imbuhnya, adalah masalah dialog
antara kekinian dan masa lalu.
"Itu lebih penting dari sekedar tidak belajar apa-apa dari sejarah.
Misalkan tahun 1965 ada jutaan orang komunis dibantai, tapi kemudian kita
mengabaikan 'oh wajar aja kan itu komunis, mereka kan atheis' segala macam.
Tujuan belajar sejarah itu untuk mengetahui apa yang terjadi di masa lalu dan
nggak terulang lagi di masa sekarang. Itu penting mengajarkan berbagai macam
perspektif," jelas dia.
Lilie juga sepakat bahwa sejarah perlu direka ulang, dengan berbagai versinya.
"Itu harus perlu direka ulang lagi, versi-versi itu, ada tujuan-tujuan
tertentu. Hal untuk nasionalisme selama 350 tahun itu perlu dikoreksi juga. Di
negeri Belanda sendiri mereka juga mengoreksi bangsa sendiri kan seperti itu.
Contohnya orang sudah benci sama JP Coen, padahal selama ratusan tahun
dipuja-puja sebagai orang yang sangat berjasa. JP Coen dibenci karena sebagai
manusia kan dia serakah, dia membunuhi banyak orang dan sebagainya kan.
Patungnya ditabrak pake truk atau apa di Belanda, akhirnya didemo, itu akhirnya
anak-muda muda Belanda sekarang tak suka JP Coen," tandas dia.
Sumber :